Patrolikpknews.com Gowa, November 2025 — Penanganan kasus dugaan pemalsuan kwitansi jual beli tanah yang dilaporkan oleh Mantasia Daeng Taco sejak Desember 2021 di Polres Gowa kembali menuai sorotan.
Selain tak kunjung tuntas selama hampir empat tahun, kini mencuat dugaan adanya pemberian uang sebesar Rp2,5 juta oleh pihak pelapor kepada seorang penyidik berinisial S. Uang tersebut disebut-sebut untuk “biaya laboratorium forensik (Labfor) Polda Sulsel”. Namun hingga kini, hasil yang dijanjikan tak kunjung terealisasi.
Janji Dipercepat, Kasus Tetap Mandek
Menurut keterangan keluarga pelapor, uang Rp2,5 juta itu diserahkan oleh anak Mantasia Daeng Taco kepada penyidik S dengan alasan mempercepat proses pengujian dokumen di Labfor Polda Sulsel.
Dokumen yang dimaksud adalah kwitansi jual beli tanah yang hanya memuat cap jempol (JAP) Halida Daeng Lumu, ibu Mantasia, tanpa tanda tangan maupun keterangan luas tanah yang sesuai.
Namun, alih-alih mempercepat proses, kasus justru tidak menunjukkan perkembangan. Berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) tertanggal 24–26 Mei 2025, penyidik menyebut belum ditemukan bukti cukup untuk melanjutkan ke tahap penyidikan, dengan alasan teknis: tidak adanya sidik jari pembanding dari Halida Daeng Lumu yang telah meninggal dunia.
> “Anak saya sudah serahkan uang dua juta setengah karena kata penyidik itu untuk biaya Labfor. Tapi sampai sekarang tak ada hasil, tak ada kabar, laporan kami tetap tidur,” ujar Mantasia Daeng Taco dengan nada kecewa.
Kwitansi Bermasalah: Bukan Jual Beli Sah, Luas Tanah Berbeda
Kasus ini bermula dari beredarnya kwitansi yang diklaim sebagai bukti jual beli tanah antara Halida Daeng Lumu dan Muh. Ramli Daeng Nyala.
Dalam kwitansi tersebut tercantum pembayaran Rp1.000.000,- dan hanya terdapat cap jempol tanpa tanda tangan atau saksi sah.
Selain itu, luas tanah yang ditulis 8x20 meter (160 m²) berbeda dengan data resmi dalam SPPT PBB atas nama Halida Daeng Lumu, yakni 260 m².
Perbedaan ini memperkuat dugaan adanya pemalsuan dokumen dan manipulasi data tanah.
> “Ini jelas bukan jual beli sah. Ibu saya tidak pernah menjual tanah itu. Cap jempol dalam kwitansi bukan miliknya, dan luas tanahnya pun berbeda jauh,” tegas Mantasia.
SP2HP Sebut Tak Cukup Bukti, LKBH Makassar: Alasan Tak Masuk Akal
Dalam SP2HP.A.2/1308.b/V/2025/Reskrim, penyidik Polres Gowa menyatakan hasil gelar perkara 19 Mei 2025 belum menemukan bukti cukup untuk peningkatan status perkara.
Alasan yang disampaikan adalah tidak adanya sidik jari pembanding dari Halida Daeng Lumu dalam data Dukcapil Gowa.
Namun, menurut Muhammad Sirul Haq, S.H., Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Makassar sekaligus kuasa hukum Mantasia, alasan tersebut dinilai tidak logis.
Ia menjelaskan, pihaknya telah menyerahkan tiga dokumen asli yang memuat cap jempol Halida Daeng Lumu, yakni surat kuasa insidentil (2020), surat somasi (2021), dan surat pernyataan (2021), yang bisa dijadikan bahan perbandingan manual oleh Labfor atau tim identifikasi.
> “Penyidik seharusnya bisa bekerja dengan alat bukti yang ada. Tidak bisa hanya karena satu kendala administratif lalu kasus dihentikan. Apalagi pelapor sudah membayar biaya yang disebut-sebut untuk Labfor tapi hasilnya nihil. Ini menunjukkan penyidikan yang beraroma mandul,” tegas Sirul Haq.
LKBH Siap Laporkan ke Kapolres, Kasiwas, dan Propam
LKBH Makassar menyatakan akan melayangkan laporan resmi ke Kapolres Gowa, Kasiwas, Kapolda Sulsel, dan Propam Polda Sulsel untuk mengusut dugaan penyimpangan serta lambannya penanganan perkara.
Selain itu, pihaknya mendesak agar dugaan penerimaan uang Rp2,5 juta oleh penyidik S ditelusuri secara etik maupun pidana.
> “Kalau benar ada uang yang diterima untuk Labfor tapi hasilnya tidak ada, maka ini patut diduga sebagai pelanggaran etik bahkan penyalahgunaan wewenang. Kami akan bawa kasus ini ke Propam dan Kapolda,” ujar Sirul Haq.
Keadilan Jangan Hanya untuk yang Kuat
Kasus yang menimpa Mantasia Daeng Taco menjadi potret lambannya penegakan hukum di tingkat daerah, terutama bagi masyarakat kecil yang mencari keadilan.
Empat tahun menunggu tanpa hasil menambah deretan panjang kasus yang diduga “jalan di tempat” di Polres Gowa.
LKBH Makassar menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga ada kepastian hukum dan memastikan tidak ada aparat yang mempermainkan keadilan dengan alasan biaya atau prosedur.
-


Social Header